[Artikel] Perjuangan Tablo Melawan Tuduhan Pemalsuan Ijazah Akademiknya (Part 3) + Bonus info ^^
Published 14/11/2011 by kikawaiii
Fiuuhh..akhirnya kelar juga part terakhir ^^
Yupp, berikut bagian terakhir dari artikel perjuangan Tablo melawan tuduhan pemalsuan ijazah akademiknya.
Buat yang belum baca bagian2 sebelumnya :
Part 1 dan
Part 2
-Part 3-
Sean Lim, ’01, MA ’02, memiliki peran besar dalam drama ini (kasus Lee). Dia adalah seorang pembaca berita pagi di
Arirang, sebuah jaringan siar berbahasa Inggris di Korea. Dia menyaksikan dengan ngeri karena cerita2
Lee
mendominasi berita2 musim panas. Itu adalah sebuah pengalaman aneh
karena dia tahu Lee tidak berbohong. Keduanya adalah teman semasa kuliah
di
Stanford.
Faktanya, Lim dapat dikatakan sebagai salah satu fans lama Lee. Dia tinggal bersama Lee di
Okada, dan pernah menjadi anggota yang antusias di antara para audience saat grup hip-hop pertama Lee,
4n Objectz,
tampil dalam event kecil di asrama. Jadi ketika orang2 mulai
mempertanyakan tentang latar belakang Lee, Lim mengatakan pada semua
orang bahwa benar Lee seorang lulusan Stanford.
“
Masalahnya adalah hanya saya dan orang2 yang saya temui melawan jutaan anggota forum online,” ucap Lim.
Perkataan satu orang tidak akan menghentikan gelombang, jadi Lim menghubungi
Kevin Woo, MS ’92, sekretaris
Klub Stanford
di Korea. Lim meminta klub untuk mengeluarkan sebuah pernyataan dalam
bahasa Korea untuk Lee. Dia merasa bahwa bagian dari masalah itu adalah
semua bukti yang mendukung Lee menggunakan bahasa Inggris dan datang
dari Stanford, suatu sumber luar. Mungkin jika sebuah organisasi Korea
yang terpercaya seperti himpunan alumni lokal mengambil tindakan, itu
akan menjadi suatu bentuk yang akan dihargai warga umum Korea.
Presiden asosiasi,
Joon Chung, MS ’88, PhD ’93, memutuskan untuk tidak mengeluarkan pernyataan. “
Hal itu adalah situasi luar biasa,” jelasnya. “
Beberapa orang meyakini tidak baik menanggapi hal yang tidak logis.“
Menurut Woo, Chung ingin melakukan sesuatu di depan publik untuk
mendukung Lee tapi alumni2 di Korea memperingatkannya untuk tidak
melakukan itu. Alumni2 ini tidak pernah bertemu Lee –dia tidak pernah
menghadiri sebuah pertemuan himpunan– jadi banyak di antara mereka yang
merasa tidak yakin apakah Lee adalah dirinya seperti yang dia katakan.
Mereka takut reputasi sebagai alumni Stanford di Korea akan tercoreng
jika mereka keliru menjamin Lee.
Sebaliknya, Chung mengirim sebuah email untuk para anggota himpunan,
mendesak mereka mengambil langkah individu untuk kepentingan Lee. Pada
akhirnya terserah masing2 member untuk memutuskan apakah mereka akan
melakukan sesuatu atau tidak.
Lim sangat geram. “
Mereka membiarkan Dan (panggilan akrab Lee) tergantung hingga kering,” katanya. “
Mereka bisa mengakhiri ini semua tapi tak seorang pun mau mendekat ke api.”
Ketakutan mereka bisa dipahami. Serangan2 online menginginkan darah,
dan siapapun yang berdiri menentang mereka akan terkena kemarahan. Lim
sendiri mengakui dia harus berperang dengan keputusan untuk membantu.
Dia memiliki pekerjaan di penyiaran dan mengandalkan maksud baik publik.
Dia bisa saja membahayakan karirnya jika bicara. “
Saya malu mengakui bahwa saya berpikir dua kali untuk membantu Dan,” ungkapnya. “
Saya melihat apa yang telah mereka lakukan padanya dan saya takut.“
Lim menemui teman lamanya itu di suatu kafe jauh dari jangkauan pada
bulan Juli. Lee tampak sangat lelah dan dia berkata belum tidur. Dia
mengalami depresi dan emosinya lebih baik saat mereka bertemu. Hanya
beberapa bulan sebelumnya, dia baru saja menggelar konser2 dengan tiket
terjual habis dan dikerumuni fans yang meminta tanda tangan di jalan2.
Sekarang, dia harus sembunyi2 hanya untuk menemui seorang teman. “
Aku merenungkan apakah benar hidupku berharga,” kata Lee.
Lim menyadari bahwa tidak ada pilihan : Dia harus melakukan sesuatu.
Dia mulai mengirim email untuk teman2 kuliah Lee di Stanford dan
akhirnya, 22 teman tersebut bersama-sama membuat sebuah halaman Facebook
untuk mendukung Lee.
“
Saya tidak ingin kenangan2 yang Dan, saya, dan teman2 lain telah
alami bersama, terhapus oleh orang2 yang mencari2 bukti bahwa dia tidak
pernah pergi ke Stanford,” tulis
Eddy (Chi) Qi, ’01. “
Kenangan2
termasuk saat dia mengantar saya yang mabuk dan kadang2 muntah (sekali
mengenai sepatunya) kembali ke asrama setelah pesta.“
“
Saya ingat perjuangan melalui beberapa performance awal yang keras di pertunjukan bakat AASA [Asian American Students' Association] dan saya senang mengetahui bakatnya pada akhirnya terwujud bersama antusiasmenya,” tulis
Tipatat Chennavasin, ’00.
Meskipun pers Korea memberitakan bahwa teman2 Stanford Lee bersatu memberikan dukungan padanya, anggota2
TaJinYo menolak untuk percaya bahwa semua itu benar.
Kang Han
’02, seorang teman di tahun2 awal Lee sebagai mahasiswa dan orang
pertama yang memposting di situs facebook, menerima ancaman2 walaupun
dia tinggal di Los Angeles. “
Perhatikan belakangmu,” salah seorang mengiriminya pesan. Yang lain menghujaninya dengan email berisi cemoohan2 dan meyebutnya seorang pembohong.
Di Korea, Lim menerima sebuah panggilan dari jaksa penuntut yang
menyelidiki dakwaan terhadap Lee. Dia diminta untuk datang ke kantor
pusat divisi di Seoul dan membawa ijazah Stanford-nya. Saat dia datang,
seorang penyidik mengambil ijazahnya dan memeriksanya ke arah cahaya
untuk memastikan apakah itu palsu.
“
Anda bercanda!” kata Lim. “
Anda juga ingin mengetes kertas itu juga?“
Penyidik menatap Lim tanpa senyum dan mengatakan padanya bahwa dia
akan mengirim dokumen itu ke bagian forensik untuk dites kertasnya.
“
Saya mulai bisa memahami apa yang Dan rasakan,” geram Lim.
Saat serangan terhadap Lee dimulai di musim semi (bulan April) 2010,
Ki Yeon Sung
menerima lebih dari 200 email yang memintanya untuk menyelidiki Lee.
Dia adalah seorang produser musiman untuk sebuah acara berjudul PD
Note, acara sejenis 60 Minutes di Korea, yang menyelidiki berbagai topik
seperti politik, organisasi kriminal, dan korupsi. Gosip selebriti
bukanlah bidangnya sehingga dia mengacuhkan permintaan itu. “
Kami punya banyak hal lain untuk dikhawatirkan di Korea,” pikirnya saat itu.
Situasi berubah saat serangan2 berkembang melibatkan siapa saja yang
menawarkan bukti2 yang mendukung Lee. Reporter dan manajernya yang
menerbitkan cerita bantahan terhadap klaim TaiJinYo tentang Lee,
dibanjiri email2, telepon2, dan desakan kejam agar sang reporter
mengundurkan diri. Tidak ada seorang pun yang ingin diancam, jadi,
menurut Sung, sang reporter pun berhenti mempertanyakan klaim2 TaiJinYo.
Setelah cerita itu menjadi salah satu berita utama di Korea pada musim
panas, dia mengamati bahwa serangan2 tersebut memberikan sebuah efek
mengerikan dalam pemberitaan. Saat itulah kasus Lee menjadi sesuatu yang
penting untuk dikhawatirkan.
Tentu saja bukan berarti Sung mempercayai Lee. Baginya memang tampak
luar biasa bahwa Lee memiliki bakat begitu banyak, begitu cepat, dan dia
bisa memahami keraguan orang2. Banyak siswa belajar luar biasa keras
untuk bisa masuk ke sebuah sekolah terbaik dan lalu belajar lebih keras
lagi setelah mereka berhasil masuk. Lee terlihat seperti melenggang
lewat Stanford dalam waktu singkat lalu keluar dengan menggenggam sebuah
gelar master. Ceritanya punya kekuatan untuk membuat orang2 merasa
bodoh.
Teori konspirasi yang dominan menganggap bahwa Lee telah mengambil
identitas orang lain, jadi Sung memutuskan untuk menantangnya secara
langsung pada titik itu. Jika Lee benar2 seperti yang dia katakan, maka
dia pasti sanggup melakukan perjalanan ke California dan meminta
transkripnya secara langsung. Jika dia berhasil, misteri akan
terpecahkan.
Lee menerima tantangan itu.
Saat itu adalah pertama kalinya Lee kembali ke kampus sejak kelulusan
dan banyak perubahan telah terjadi. Salah satunya, Patung Rodin telah
dipindahkan, yang berpotensi membuatnya tampak seperti seorang pembohong
di hadapan TV nasional Korea. (Jika tidak dipinjamkan ke institusi
lain,
The Thinker sekarang diletakkan di Cantor Arts Center).
Untungnya, saat dia berjalan menuju jurusan Bahasa Inggris, seorang manajer pelayanan mahasiswa,
Judy Candell, mengenalinya dan memberinya sebuah pelukan. Dia telah mendengar tentang masalah2 Tablo. “
Aku harap semuanya berakhir,” katanya. “
Karena kami percaya padamu.“
Kamera kru TV mengikutinya ke kantor registrar dimana
Thomas Black
sedang menunggu. Lee mengeluarkan ijazah dan transkrip nilainya dari
dalam tas punggung lalu meletakkannya di atas meja untuk diperiksa
Black. Dia juga menunjukkan passportnya pada Black. Black mencetak
transkrip Lee menggunakan server kantornya, membandingkan dengan
transkrip yang Lee bawa, serta mencocokkan nama Lee dengan nama yang
tertera di passport.
“
Semua tepat sama,” Black menyimpulkan, memegang kedua transkrip. “
Baris per baris, kata per kata.”
Rekaman itu akan ditayangkan dalam salah satu dari dua bagian tayangan spesial
MBC, salah satu jaringan TV nasional Korea (rekaman dokumenter itu ditayangkan dalam 2 bagian : “
Tablo Goes to Stanford” dan “
Tablo and South Korea Online” yang ditayangkan pada tanggal 1 dan 8 Oktober 2010). Lee terbukti benar, tapi yang bisa dia rasakan hanyalah mati rasa.
“
Orang2 yang melakukan semua ini padaku tidak akan pernah berhenti,” katanya. “
Mereka tidak akan percaya padaku, tak peduli apa yang kulakukan.“
Lee mengajukan gugatan melawan 20 (dalam artikel lain diberitakan 22
orang) penyerangnya yang paling keras. Pada bulan Oktober, jaksa
penuntut menyelidiki kedua tuntutannya dan dugaan2 terhadapnya
membuktikan bahwa Lee adalah benar sebagaimana yang dia katakan.
(Tanggal 8 Oktober, kepolisian mengkonfirmasi bahwa Lee memang benar
lulusan Stanford, setelah memeriksa klaim2 atas riwayat pendidikannya.
Polisi memeriksa berbagai dokumen bahkan meminta informasi lebih lanjut
dari Stanford University sebelum akhirnya mengeluarkan keputusan bahwa
Lee benar. Polisi menyatakan, “
Setelah memeriksa berkas2 imigrasi
Tablo, kami menemukan bahwa dia masuk Korea sebanyak 9 kali dari saat
dia masuk universitas sampai lulus. Semua kunjungannya dilakukan selama
liburan atau istirahat. Kami tidak bisa menemukan suatu bukti bahwa dia
memalsukan apapun“).
Jaksa penuntut meminta situs internet Korea untuk mengungkapkan
identitas2 asli ke 20 penyerangnya (alamat IP mereka dilacak dan mereka
dipanggil untuk menjalani interogasi, tapi sebagian besar menolak. Tim
investigasi cyber kepolisian memanggil para tersangka dan memberikan
peringatan atas tindakan kriminal yang mereka lakukan. Para tersangka
menolak panggilan polisi dan mengklaim bahwa postingan yang mereka buat
adalah benar.).
Whatbecomes, ketua penghasut, terungkap sebagai
Eung Kim,
seorang bisnisman berusia 57 tahun keturunan Korea-Amerika yang tinggal
di Chicago. Polisi Korea memintanya datang melapor untuk diinterogasi.
“
Aku memposting dengan cara yang jujur, jadi aku tidak akan menjawab surat panggilan tersebut,” dia berkata pada mereka.
Polisi (bekerja sama dengan Interpol) lalu mengeluarkan sebuah surat
perintah internasional untuk menangkap Eung Kim, yang telah ditentangnya
selama berbulan-bulan sampai sekarang. Di forum TaJinYo, Kim bertanya
apakah fitnahan merupakan suatu kejahatan internasional dan melepaskan
frustasinya dengan mengatakan ia dituduh dengan tidak adil. “
Aku
sangat marah karena mereka memperlakukanku seolah aku tersangka padahal
mereka belum mengkonfirmasi aku sebagai pelaku kriminal,” tulisnya.
(Situs TaJinYo akhirnya ditutup segera setelah Naver mengikuti hasil
investigasi, yang juga mengungkap bahwa Whatbecomes telah melakukan
kecurangan menggunakan ID seorang temannya untuk membuat website,
melanggar ‘term of service’ Naver. Meski begitu, banyak anggota forum
TaJinYo bergabung dalam komunitas online lain yang disebut “
We Demand the Truth from Tablo 2” atau
TaJinYo 2 dengan keanggotaan mencapai 33.000 netizen)
Bagi pengamat dari luar, kasus telah ditutup. Di sebuah pertemuan kabinet,
Presiden Korea Lee Myung-Bak menyatakan bahwa apa yang terjadi pada Lee adalah sebuah “pencemaran nama baik yang seharusnya tidak pernah terjadi lagi.”
Ashton Kutcher, yang memfollow Lee di twitter, menimpali, “
Saatnya untuk membunuh mata iblis yang menyerang pria ini,” dia mentweet.
Lee, meskipun masalah tampak mulai terselesaikan, belum sepenuhnya
pulih. Dia masih takut berhadapan dengan publik dan tidak tahu apakah
dia akan pernah bisa tampil di hadapan penonton lagi. Pada Mei 2011, dia
kembali ke Stanford untuk memberikan sebuah pidato kuliah bagi “
Asian American Students’ Association”
(dengan topik “Asian Images”). Penampilannya itu merupakan kemunculan
publik pertamanya sejak kontroversi meledak. Walaupun keramaian publik
saat itu adalah kerumunan yang bersahabat, Lee merasa lumpuh karena
ketakutan berdiri di panggung, sesuatu yang belum pernah dia alami
sebelumnya. Dia merasa mual selama pidato dan kadang2 harus berhenti
untuk mengambil napas. Hal itu memperkuat ketakutannya apakah dia akan
pernah sanggup mendominasi panggung lagi seperti dulu.
“
Sejujurnya, aku hancur,” kata Lee. “
Dan aku tidak tahu apakah aku akan lebih baik.“
Kerumunan yang hadir tampak menghiraukan kekhawatiran Lee. Setelah
menyelesaikan pidatonya, Lee terkejut saat melihat barisan panjang
orang2 yang mengantri tanda tangannya. Dia berpose untuk foto dan tampak
rileks. Dia tersenyum dan, untuk sesaat, terlihat secercah harapan.
-End-
note: info2 dalam tanda kurung () merupakan tambahan yang aku cantumkan dari sumber2 lain